Refleksi 80 Tahun Indonesia Merdeka: Sudah Bagaimana Tapanuli Bagian Selatan?
Oleh : Zul Ardi Hasibuan S.E
Delapan dekade Indonesia merdeka bukanlah waktu yang sebentar. Dalam kurun waktu itu, bangsa ini telah melewati berbagai dinamika politik, sosial, dan ekonomi. Namun, saat kita merayakan 80 tahun kemerdekaan ini, patutlah kita bertanya secara jujur dan mendalam: sudah sejauh apa pembangunan merata dirasakan di seluruh penjuru negeri? Dan secara lebih khusus, bagaimana dengan Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel)?
Tabagsel: Kawasan Kaya, Tapi Tertinggal?
Tapanuli Bagian Selatan, yang mencakup kabupaten/kota seperti Padangsidimpuan, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padang Lawas, dan Padang Lawas Utara, adalah kawasan yang sangat kaya secara budaya, sejarah, dan sumber daya alam. Namun, kenyataan di lapangan sering kali menunjukkan bahwa kemajuan pembangunan belum sebanding dengan potensi besar yang dimiliki.
Hingga hari ini, masih banyak desa di pelosok Tabagsel yang kesulitan mengakses infrastruktur dasar seperti jalan yang layak, air bersih, dan jaringan internet. Akses pendidikan dan layanan kesehatan juga belum merata. Di tengah gempuran era digital dan globalisasi, banyak generasi muda Tabagsel yang memilih merantau karena merasa kampung halamannya tak menyediakan cukup peluang untuk berkembang.
Potensi yang Masih Tidur
Sektor pertanian, perkebunan, dan pariwisata sejatinya bisa menjadi pilar ekonomi lokal. Mandailing Natal, misalnya, kaya akan hasil pertanian dan potensi wisata alam yang luar biasa. Padangsidimpuan memiliki posisi strategis sebagai kota pusat ekonomi dan pendidikan di Tabagsel. Tapi potensi ini masih belum tergarap maksimal.
Kurangnya perhatian serius dari pemerintah pusat maupun daerah terhadap perencanaan pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan menyebabkan Tabagsel masih tertinggal dibandingkan dengan wilayah lain di Sumatera Utara seperti Medan, Deli Serdang, atau bahkan Tapanuli Utara.
80 tahun kemerdekaan adalah momen reflektif sekaligus momentum untuk mempercepat perubahan. Masyarakat Tabagsel tidak sekadar membutuhkan janji pembangunan, tetapi aksi nyata yang terukur. Dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, swasta, masyarakat adat, dan generasi muda untuk membangun wilayah ini dengan cara yang inklusif dan berkelanjutan.
Sudah saatnya Tabagsel tidak hanya menjadi “penonton” dalam geliat pembangunan nasional. Kita harus bergerak, mengorganisir diri, dan menuntut hak atas pembangunan yang adil. Pemerintah pun harus membuka mata bahwa daerah-daerah seperti Tabagsel adalah bagian penting dari tubuh Indonesia yang tidak boleh dibiarkan tertinggal.
Merdeka bukan sekadar bebas dari penjajahan, tetapi juga merdeka untuk tumbuh, berkembang, dan bermartabat. Maka, dalam refleksi 80 tahun kemerdekaan ini, mari kita bertanya bersama
apakah Tabagsel sudah cukup merdeka? Jika belum, maka perjuangan kita belum selesai.