Tapteng, Sumtengpos- Setelah beberapa minggu sudah berlalu, kedahsayatan banjir kayu berhanyutan dan longsor membuat penyitaan jutaan mata tertuju baik nasional dan internasional, karena mendadak viral dan menelan korban manusia dan barang.
Di mana desa terdampak perbatasan Tapsel dan Tapteng dengan ribuan kubik kayu gelondongan yang mengalir di Sungai Aek Garoga, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), belakangan dituding berasal dari aktivitas beberapa perusahaan sekitaran.
Namun tudingan tersebut dibantah keras oleh sejumlah warga Kecamatan Sibabangun, Kabupaten Tapanuli Tengah.
Masyarakat mengaku heran jika kayu-kayu tanpa pemilik tersebut langsung diklaim berasal dari lahan PT TBS saja . Menurut mereka, perlu dilakukan pengecekan fakta lapangan secara menyeluruh dan jelas mulai dari hulu hingga hilir aliran sungai.
“Harus dikaji ulang. Dicek langsung di lapangan dari hulu sampai ke hilir. Bagaimana mungkin kayu gelondongan yang jumlahnya ribuan kubik itu berasal dari lahan perusahaan saja termasuk PT TBS ,” sebut Sari Oka Napitupulu,Khairul Efendi Silitonga dan Saut Parulian Aritonang, warga Desa Anggoli, Tapteng Kamis 18/12/2025.
Sari Oka menegaskan, jangan sampai dalam kondisi bencana pihak tertentu justru mengkambinghitamkan segelintir perusahaan yang selama ini dinilainya tertib dalam pengelolaan lahan.
“Apa mungkin kayu dari kebun TBS melompat ke Sungai Garoga?,” sebutnya dengan nada bertanya kepada beberapa awak media yang menanyakan di seputaran lokasi.
Selanjutnya kalo pendapat A Fandi Zebua, warga Desa Muara Sibuntuon mengatakan, secara geografis, bila terjadi longsor di kawasan PT TBS, kayu gelondongan justru akan hanyut ke Sungai Sibabangun, bukan ke Sungai Aek Garoga.
“Kalau memang ada longsor, otomatis kayu akan jatuh Sungai Sibabangun, bukan ke Aek Garoga. Jadi siapa pun yang bilang kayu itu dari PT TBS, silakan cek langsung ke lapangan, jangan asal klaim,” ujar Zebua yang juga turut menjadi korban bencana ekologis yang terjadi akhir November 2025 lalu ini.
Hal senada disampaikan Kepala Desa Anggoli, Oloan Pasaribu,. Ia menilai mustahil kayu gelondongan yang berada di Sungai Garoga bersumber dari kebun Plasma PT TBS saja.
Oloan mengakui jika terdapat beberapa titik longsor di sekitar kebun tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa kawasan tersebut merupakan daerah mata air. Logikanya, di bawah masih banyak kebun masyarakat yang masih alami. Kalau pun ada longsor kecil, kayunya pasti tertahan dan tidak mungkin sampai ke Sungai Garoga.”Itu sangat mustahil,” ujarnya kepada beberapa awak media.
“Itu juga longsoran dari lahan masyarakat, tapi bukan dari kebun Plasma saja “ucapnya.
Oloan menyarankan agar penyelidikan difokuskan pada daerah aliran sungai (DAS) mulai dari temuan kayu hingga ke hulu. Menurutnya, sumber kayu gelondongan lebih masuk akal berasal DAS sebelah kiri Sungai Garoga, yang notabenenya merupakan wilayah Tapanuli Selatan.
“Saya perkirakan kayu yang terbawa arus itu akibat longsor dan sebagian berasal dari dataran rendah di DAS yang sebelumnya sudah digarap masyarakat. Jumlahnya bisa ratusan kubik,”pungkasnya.
Sementara “ Pemerhati lingkungan hidup, Dzulfadli Tambunan, mendukung penuh penyelidikan terhadap penyebab dan subyek hukum yang terindikasi berkontribusi terhadap terjadinya bencana banjir bandang dan longsor Tapanuli.
Namun, Dzulfadli meminta penyidik Bareskrim Polri melakukan pengecekan secara komprehensif dan tidak hanya berfokus pada satu titik bencana. Pasalnya, bencana ekologis yang terjadi melanda wilayah Tapanuli, khususnya Tapanuli Tengah.
“Ini bukan bencana lokal yang hanya menghantam satu desa, tapi beberapa kabupaten. Kita minta Bareskrim Polri melakukan penyelidikan secara menyeluruh pada ruang lingkup yang lebih luas, termasuk wilayah Tukka, Sorkam dan Badiri,” ujar Dzulfadli.
Pria yang telah puluhan tahun bermukim di Kecamatan Sibabangun ini mengumpamakan, banjir bandang yang melanda. Desa Garoga, Tapanuli Selatan, tidak akan terjadi jika banjir bandang tidak menghantam Desa Sibiobio dan Desa Muara Sibuntuon, Tapanuli Tengah.
Artinya, banjir bandang yang meluluhlantakkan ketiga desa bertetangga tersebut saling bertautan.
Puluhan ribu kibik kayu yang berhamburan ke Sungai Garoga sebelumnya hanyut dari Sungai Muara Sibuntuon dan Sungai Sosopan (Sibiobio).
“Penyelidikan tidak boleh hanya fokus penyebab banjir bandang Desa Garoga, tapi juga harus menyasar penyebab banjir Bandang Sibiobio dan Muara Sibuntuon,” tegasnya.
“Silakan cek langsung ke lapangan. Masih banyak gelondongan kayu yang terdampar di daerah aliran kedua sungai,” imbuhnya.
Dzulfadli juga berharap, penyidik melakukan penegakan hukum secara objektif, tanpa dipengaruhi tekanan dari pihak manapun. Investigasi secara menyeluruh mutlak harus dilakukan, untuk mencari sumber sebenarnya dari mana asal muasal puluhan ribu kayu gelondongan.
Sementara Teruna Abadi Lubis SH selaku Praktisi hukum berpendapat “ akibat curah hujan tinggi dan terus menerus dan diduga kerusakan lingkungan dan kita sepakat bahwa banjir bandang di Tapteng dan bukan sekadar fenomena alam biasa, melainkan diduga kuat akibat dari kerusakan lingkungan yang sistemik, seperti illegal logging dan alih fungsi lahan.
Dimana secara tegas meminta pemerintah untuk menindak tegas dan memenjarakan para pelaku penebangan hutan ilegal dan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan. Penegakan hukum lingkungan yang tegas dianggap perlu untuk memberikan efek jera dan tanpa pandang bulu.
Kemudian pandangan bahwa bencana ini mencerminkan kegagalan implementasi Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum oleh pemerintah daerah dan pusat.
Karena Lemahnya pengawasan makanya, banyak warga korban banjir memiliki landasan hukum untuk mengajukan gugatan terhadap pemerintah (baik pusat maupun daerah) atas dasar kelalaian dalam mitigasi bencana dan perlindungan lingkungan. Gugatan ini bisa berupa gugatan perdata atau lainnya.
Selanjutnya Kepatuhan terhadap hukum, terutama dalam pengelolaan lingkungan, dianggap sebagai fondasi utama untuk mitigasi bencana banjir di masa mendatang jelas Teruna AL dalam menyikapi kasus banjir bandang yang menimpa alam terutama Tapsel dan Tapteng baru-baru ini.
Sementara untuk preses hukum diharapkan kepada penegak hukum semoga dilaksanakan secara profesional dengan fakta jangan terlalu terburu-buru atau prematur dalam mendudukkan perkaranya, dilakukan sesuai fakta dilapangan dan bawa semua pemangku kepentingan termasuk tokoh masyarakat media dan lainnya , proses hukum dilaksanakan tampa pandang bulu.



















