Kajian Terbaru Dorong Penguatan Koridor Ekologis Selamatkan Orang Utan Tapanuli

Screenshot

Sipirok, Sumtengpos-Populasi orang utan Tapanuli, spesies kera besar paling langka di dunia yang hanya dapat ditemukan di Ekosistem Batang Toru, kini diperkirakan tersisa 577-760 individu.

Fragmentasi habitat akibat alih fungsi lahan membuat satwa kunci ini kian terancam sehingga menempatkan orang utan Tapanuli pada status yang sangat kritis.

Sebagai langkah untuk menjaga kelestarian, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan dukungan Konservasi Indonesia (KI) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan kajian kesesuaian habitat orang utan Tapanuli di Koridor Bulu Mario dan Aek Malakkut.

Kedua koridor tersebut bukanlah lokasi baru untuk menghubungkan habitat orang utan yang telah terfragmentasi. Sejak tahun 2017, melalui Peraturan Daerah No. 5 tahun 2017, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan telah merencanakan empat koridor, yaitu Koridor Hutaimbaru, Silima-lima, Bulu Mario, dan Aek Malakkut. Dari keempatnya, penguatan dua koridor Bulu Mario dan Aek Malakkut, menjadi fokus lokasi karena secara kajian lebih lemah dibanding dua koridor lainnya.

Bertempat di Aula Bappeda Kabupaten Tapanuli Selatan 9/9/2025, para pihak yang terdiri dari pemerintah daerah, swasta, masyarakat, akademisi, dan berbagai pemangku kepentingan dipertemukan dalam Konsultasi Publik Hasil Kajian Kelayakan Koridor di Ekosistem Batang Toru.

Pertemuan ini menjadi momentum penting untuk membahas kelayakan serta strategi pengelolaan Koridor Bulu Mario dan Aek Malakkut.

Wakil Bupati Tapanuli Selatan, Jafar Syahbuddin Ritonga, mewakili Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan Pasaribu, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi terhadap kajian terbaru kedua koridor dan menegaskan dukungan pemerintah daerah.

“Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan mengapresiasi adanya pembaruan kajian terhadap koridor orang utan. Kami berkomitmen untuk mendukung pembangunan koridor ekologis sebagai langkah penting yang berjalan selaras dengan konservasi dan pembangunan daerah.

Kami percaya dengan kerja sama semua pihak, kita bisa menjaga Batang Toru sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Dalam melakukan kajian, KI bersama BRIN dan mitra pembangunan di Ekosistem Batang Toru seperti Yayasan Ekosistem Lestari dan Sumatra Rainforest Institue, telah melakukan kajian penataan ulang koridor secara komprehensif dengan menimbang aspek vegetasi, topografi, penggunaan lahan, kondisi sosial-ekonomi masyarakat serta kelembagaan di tingkat tapak.

Di antara dua koridor yang dikaji, hasil analisis menunjukkan bahwa Bulu Mario memiliki tingkat kesesuaian habitat lebih tinggi dibanding Aek Malakkut. Meski begitu, keduanya sama-sama dinilai strategis untuk memulihkan konektivitas hutan, mencegah kepunahan, dan mengurangi interaksi negatif manusia-satwa.

Masyarakat sekitar juga mendukung pembentukan koridor, dengan catatan pengelolaan lahan berbasis agroforestri tetap diperbolehkan.

Sundaland Program Director Konservasi Indonesia, Jeri Imansyah, menekankan bahwa koridor ekologis ini adalah sebuah solusi bersama. “Sebagai organisasi lingkungan berbasis sains, kami berharap kajian ini mampu menghadirkan solusi konservasi yang lebih efektif di Ekosistem Batang Toru.

Data dan rekomendasi yang sudah disusun diharapkan menjadi rujukan bersama dalam menyeimbangkan ekologi dan ekonomi masyarakat. Orang utan Tapanuli bukan hanya warisan alam Sumatra Utara, tetapi juga simbol keseimbangan ekosistem yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat,” ungkapnya.

Kajian ini merekomendasikan perluasan cakupan kedua koridor, yaitu Bulu Mario dari 347,3 hektare menjadi 685 hektare dan Aek Malakkut dari 802,8 hektare menjadi 917,7 hektare, sehingga kedua koridor masing-masing memiliki kesesuaian habitat sebesar 94,24 dan 87,58 persen.

Selain itu, untuk memperkuat tata kelola koridor secara kolaboratif, penting juga dibentuk forum multipihak dengan dasar hukum dan pendanaan yang jelas, serta pengembangan skema imbal jasa lingkungan melalui agroforestri dan ekowisata.

Strategi tersebut diharapkan dapat menghadirkan solusi bersama yang menguntungkan, baik bagi pelestarian orang utan Tapanuli maupun kesejahteraan masyarakat di sekitar Ekosistem Batang Toru.

Konsultasi publik ini diharapkan menjadi langkah awal untuk membangun tata kelola kolaboratif yang lebih kuat sekaligus menjadi dasar advokasi pengakuan koridor dalam kebijakan tata ruang.

Melalui sinergi antara pemerintah, masyarakat, lembaga penelitian, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta, koridor ekologis Batang Toru berpotensi menjadi instrumen kunci dalam memastikan kelestarian orang utan Tapanuli, warisan alam yang memberi kehidupan bagi jutaan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, hingga Kota Sibolga.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini